Kamis, 08 Maret 2012

Fissura Ani


Askep Teoritis

2.1 Definisi

“Fissura Anus atau fissure ani merupakan robekan di dinding lubang dubur”.( dr Budi Setyadi SpB, Spesialis bedah RS Surabaya International).
“Fissura Ani merupakan retaknya pada dinding anus yang disebabkan oleh peregangan akibat lewatnya feses yang keras”.(Fatofisiologi konsep klinis proses penyakit edisi 6,halaman 468)
“Fissura Anus (Fissure in ano, Ulkus anus) merupakan suatu robekan atau luka dengan nanah pada daerah anus dekat perbatasan dengan kulit, luka sering terjadi pada bagian belakang walau terkadang – lebih jarang – juga dapat ditemukan pada bagian depan, lebih jarang lagi pada bagian samping (bila terjadi harus dipikirkan penyebab penyakit lain)”. (Dr.Heru Wiyono,SpPD)
“Fissura ani merupakan luka epitel memanjang sejajar sumbu anus, biasanya tunggal & terletak di garis tengah posterios (>90%)”. (Departemen bedah)


2.2 Etiologi

Fissura ani disebabkan oleh Idiopatik,iritasi akibat diare,Penggunaan laksans, Cidera partus, Iatrogenik, Inflamatory bowel diseases, Sexually transmitted disease tetapi lebih umum lagi di sebabkan cedera karena buang air besar yang keras dan besar.
Fissura menyebabkan otot melingkar (sfingter) dari anus mengalami kejang dan hal ini akan menyulitkan penyembuhan. Otot polos yang melingkari dubur berfungsi sebagai katup penutup sehingga kotoran bersifat padat, cair dan gas tidak keluar. Otot ini bersifat involunter, sehingga tidak dapat dipengaruhi oleh kehendak kita. Dalam keadaan duduk lama atau stress akan bertambah tegang, bila kemudian terdapat gangguan buang air besar akan mempermudah timbulnya luka pada selaput lendir.
Pada selaput lendirdekat perbatasan dengan kulit banyak terdapat saraf perasa (sensorik), sehingga bila ada luka kecil saja akan menyebabkan rasa sakit. Kemudian terjadi lingkaran setan (circulus vitiosus), otot polos semakin menegang dan pasien menjadi semakin takut untuk buang air besar sehingga menahan untuk BAB. Pada akhirnya pasien semakin menahan buang air besar , kotoran semakin keras dan luka semakin luas. Secara epidemiologi lebih banyak terjadi pada wanita, mungkin karena wanita lebih sering mengalami sembelit.

2.3 Patofisiologi
  • Keighley membagi fissura ani menjadi:
1.     Fissura ani primer
-        Akut
-        Kronis
2.     Fissura ani sekunder
  • Fissura ani primer tampak sebagai suatu superficial ulcer pada mukosa anal di bawah linea dentata,apabila letaknya lebih ke proksimal hampir dapat dipastikan merupakan fissura ani sekunder akibat penyakit lain.
  • Apabila feces yang keras melewati anal canal →akan terjadi perenggangan dan merobek mucosa anal.
  • Fissura ani biasanya terjadi pada bagian anterior dan posterior→di duga daerah ini merupakan daerah lemah.→ketika feses melewati anal canal, massa akan disalurkan ke bagian anterior dan posterior oleh karena adanya otot pada bagian lateral.
  • fiFissura akan meningkatkan kontraksi internal anal sphincter dan meningkatkan tekanan istirahat pada anal canal.→peningkatan tekanan menyebabkan iskemia pada area disekitar fissura.→adanya spasme yang berulang pada anal canal dan adanya iskemia yang berlanjut akan menyebabkan fissura menjadi kronis oleh karena ulkus yang tidak dapatsembuh.
  • Dasar fissura ani akut
→merupakan suatu lapisan tipis putih yang melapisi jaringan ikat submucosa dan otot longitudinal,yang menyebar dari intersphinteric groove kemudian melapisi otot sirkular sphincter interna.
·       Sedangkan dasar dari fissura ani kronis
→tampak serat otot sphincer interna.
·       Pada fissura ani akut
→ulkus tampak berbatas tegas,tidak terdapat indurasi,odema atau kavitasi.
·       Pada  fissura ani kronis
→tampak tepi ulkus mengalami indurasi dan apabila proses berlanjut ulkus akan bertambah luas dan bagian luar tampak odematous oleh karena adanya obstruksi lymphatik,skin tag dan hypertropi papila anus dapat di temukan dalam keadaan fissura ani kronis.
·       Infeksi dapat terjadi dan dapat menyebar ke atas menimbulkan abses submukosa atau intersphincteric abses atau ke bawah menjadi perianal abses di bawah skin tag.
·       Adanya perianal abses yang persisten dapat menimbulkan fistula superficial yang berjalan dari bagian bawah fissura dan keluar pada skin tag.
·       Fissura ani sekunder disebabkan  krena beberapa kelainan patologis seperti Crohn’s disease, tuberkulosa anus, AIDS, atau setelah tindakan operasi pada daerah anus.
·       Fissura ani akibat komplikasi Crohn’s disease atau tuberkulosa biasanya tidak terasa nyeri.
      2.4 Tanda & gejala
1.     Sakit yang parah akibat pergerakan usus
2.     Pendarahan selama atau setelah BAB
3.     Anus robek
4.     Sembelit
5.     Fecal impaction
6.     Tidak nyaman saat kencing
7.     Gatal-gatal
8.     Terdapat nanah dalam anus
2.5 Komplikasi
1.     Perdarahan
2.     Anemia
3.     Incontinensia feses
4.     Strangulasi









2.6 Pemeriksaan Diagnostik
1.     Hb                                                             : 11,2 g/dl,
2.     lekosit                                           : 7500/mm
3.     LED                                                : 85 mm jam I, 105 mm jam II
4.     hapusan darah                             : normal
5.     Gula darah acak                           : 98 mg/dl
6.     ureum                                           : 35,5 mg/dl
7.     serum kreatinin                            : 0,9 mg/dl
8.     SGOT                                             : 28 mu/ml
9.     SGPT                                              : 29 mu/ml
10.  bilirubin total                               : 0,49 mg/dl
11.  bilirubin direk                              : 0,17 mg/dl
12.  bilirubin indirek                           : 0,32 mg/dl
13.  Protein total                                 : 7,9 g/dl
14.  Albumin                                        : 4,0 g/dl
15.  globulin                                        : 3,9 g/dl
16.  Pemeriksaan urine : albumin      : +1 reduksi lekosit : + (0-1) eritrosit :                                 epitel : + kristal kalsium oksalat : +.
17.  Pemeriksaan faal hemostasis      : dalam batas normal,
18.  thrombosit                                   : cukup.
19.  CEA                                               : lebih dari 100 m


2.7 Penatalaksanaan
2.7.1 Penatalaksanaan Medis

a. Non-farmakologis
Bertujuan untuk mencegah perburukan penyakit dengan cara memperbaiki defekasi.
Pelaksanaan berupa perbaikan pola hidup, perbaikan pola makan dan minum, perbaikan pola/cara defekasi. Perbaikan defekasi disebut Bowel Management Program (BMP) yang terdiri atas diet, cairan, serat tambahan, pelicin feses, dan perubahan perilaku defekasi (defekasi dalam posisi jongkok/squatting). Selain itu, lakukan tindakan kebersihan lokal dengan cara merendam anus dalam air selama 10-15 menit, 2-4 kali sehari. Dengan perendaman ini, eksudat/sisa tinja yang lengket dapat dibersihkan. Eksudat/sisa tinja yang lengket dapat menimbulkan iritasi dan rasa gatal bila dibiarkan.
b. Farmakologi
Bertujuan memperbaiki defekasi dan meredakan atau menghilangkan keluhan dan gejala.
Obat-obat farmakologis dapat dibagi atas empat macam, yaitu:
1. Obat yang memperbaiki defekasi
Terdapat dua macam obat yaitu suplement serat (fiber suplement) dan pelicin tinja (stool softener). Suplemen serat komersial yang yang banyak dipakai antara lain psylium atau isphaluga Husk (ex.: Vegeta, Mulax, Metamucil, Mucofalk) yang berasal dari kulit biji plantago ovate yang dikeringkan dan digiling menjadi bubuk. Obat ini bekerja dengan cara membesarkan volume tinja dan meningkatkan peristaltik usus. Efek samping antara lain ketut dan kembung. Obat kedua adalah laxant atau pencahar (ex.: laxadine, dulcolax, dll).

2. Obat simptomatik
Bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi keluhan rasa gatal, nyeri, atau kerusakan kulit di daerah anus. Jenis sediaan misalnya Anusol, Boraginol N/S dan Faktu. Sediaan yang mengandung kortikosteroid digunakan untuk mengurangi radang daerah hemoroid atau anus. Contoh obat misalnya Ultraproct, Anusol HC, Scheriproct.
3. Obat penghenti perdarahan
Perdarahan menandakan adanya luka pada dinding anus atau pecahnya vena hemoroid yang dindingnya tipis. Psyllium, citrus bioflavanoida yang berasal dari jeruk lemon dan paprika berfungsi memperbaiki permeabilitas dinding pembuluh darah.
4. Obat penyembuh dan pencegah serangan
Menggunakan Ardium 500 mg dan plasebo 3×2 tablet selama 4 hari, lalu 2×2 tablet selama 3 hari. Pengobatan ini dapat memberikan perbaikan terhadap gejala inflamasi, kongesti, edema, dan prolaps.



2.7.2 Penatalaksanaan keperawatan

1.     Jalankan pola hidup sehat
2.      Olah raga secara teratur
3.      Makan makanan berserat
4.      Hindari terlalu banyak duduk atau nongkrong di wc / toilet
5.     Jangan merokok, minum minuman keras, narkoba, dll
6.      Jangan melakukan aktivitas hubungan seks yang tidak wajar
7.     Minum air yang cukup
8.     Jangan menahan kencing dan berak
9.     Jangan suka menggosok dan menggaruk dubur berlebihan
10.  Jangan mengejan / mengeden / ngeden berlebihan
11.  Jika tidak ingin pup / bab jangan dipaksa
12.  Duduk berendam pada air yang hangat
13.  Minum obat sesuai anjuran dokter









BAB III
Penutup
3.1 Kesimpulan
        Fissura Ani merupakan suatu robekan atau luka dengan nanah pada daerah anus dekat dengan perbatasan kulit, luka sering terjadi pada bagian belakang walau terkadang - lebih jarang – juga dapat ditemukan pada bagian depan. Fissura ani secara umum disebabkan oleh cidera karena buang air besar yang keras dan besar serta disebabkan juga oleh iritasi akibat diare. Tanda dan gejala dari penyakit ini adalah anus robek, sakit akibat pergerakan usus dan terdapat nanah dalam anus. Fissura ani yang berkelanjutan akan mengakibatkan komplikasi salah satunya adalah penndarahan dan anemia. Penatalaksanaan pada penyakit ini diantaranya adalah dengan cara menjalankan pola hidup sehat, olahraga secara teratur, minum obat sesuai anjuran dokter. Namun, jika ingin lebih spesifik tahu tentang penyakit ini segera hubungi dokter spesialis.




Daftar Pustaka


M. Wilson Lorraine,dkk. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis. Jakarta: PT Sunter Agung Podomoro.
aangcoy13.blogspot.com/2011/12/askep-fisura-ani.html
indonesiaindonesia.com/f/7518-fissura-ani-terjadinya/
penyakitdalam-internis.blogspot.com/2009/12/fissura-ani.html
webpustaka.com/informasi/askep-teoritis-fisura-ani/
www.ahliwasir.com/products/29/0/anus-fisura-diagnosa-treatment/

Rabu, 07 Maret 2012

peritonitis


PENDHULUAN


1.     LATAR BELAKANG

           Peritonitis adalah suatu penyakit yang terjadi akibat peradangan yang biasanya disebabkan oleh infeksi pada  selaput ronggs perut (Peritoneum).
Penyakit ini merupakan penyakit yang berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Keadaan ini biasanya terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ abdomen.
Reaksi awal pada peritoneum terhadap infasi bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa. Terbentuk kantong-kantong nanah diantara perlekatan fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi. Perlektan biasanya menghilang apabila infeksi menghilang tetapi dapat menetap sebagai pita-pita fibrosa, yang kelak dpat menyebabkan terjadinya obstruksi usus.

(Patofisiologi EDISI 6 Hal 449)

          Menurut surpey WHO  Jumlah penderita PERITONITIS di dunai berkisar 5,9 jt/tahun.

Kami membuat makalah tentang peritonitis ini karena kami ingin lebih mengetahui tentang penyakit PERITONITIS dan sekaligus untuk memberikan pengetahuan kepada pembaca tentang bahaya dari peritonitis, dikarnakan angka kejadian penderita cukup tinggi maka kita harus mengantisipasi agar penderita tidak meningkat lagi.


2.      TUJUAN


1.      TUJUAN UMUM
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas pelajaran pemenuhan kebutuhan eliminasi sekaligus untuk mengetahui lebih luas tentang penyakit Peritonitis .
2.      TUJUAN KHUSUS
·        Untuk memberikan pengetahuan kepada pembaca tantang penyakit Peritonitis.



BAB II
PEMBAHASAN

·       DEFINISI

Peritonitis adalah peradangan yang biasanya disebabkan oleh infeksi pada selaput rongga perut (peritoneum). Wikipedia.com

Peritoneum adalah selaput tipis dan jernih yang membungkus organ perut dan dinding perut sebelah dalam. Wikipedia.com

·       PENYEBAB
Peritonitis biasanya disebabkan oleh :
  1. Penyebaran infeksi dari organ perut yang terinfeksi.
    Yang sering menyebabkan peritonitis adalah perforasi lambung, usus, kandung empedu atau usus buntu.
    Sebenarnya peritoneum sangat kebal terhadap infeksi. Jika pemaparan tidak berlangsung terus menerus, tidak akan terjadi peritonitis, dan peritoneum cenderung mengalami penyembuhan bila diobati.
  2. Penyakit radang panggul pada wanita yang masih aktif melakukan kegiatan seksual
  3. Infeksi dari rahim dan saluran telur, yang mungkin disebabkan oleh beberapa jenis kuman (termasuk yang menyebabkan gonore dan infeksi chlamidia)
  4. Kelainan hati atau gagal jantung, dimana cairan bisa berkumpul di perut (asites) dan mengalami infeksi
  5. Peritonitis dapat terjadi setelah suatu pembedahan.
    Cedera pada kandung empedu, ureter, kandung kemih atau usus selama pembedahan dapat memindahkan bakteri ke dalam perut. Kebocoran juga dapat terjadi selama pembedahan untuk menyambungkan bagian usus.
  6. Dialisa peritoneal (pengobatan gagal ginjal) sering mengakibatkan peritonitis.
    Penyebabnya biasanya adalah infeksi pada pipa saluran yang ditempatkan di dalam perut.
  7. Iritasi tanpa infeksi.
    Misalnya peradangan pankreas (pankreatitis akut) atau bubuk bedak pada sarung tangan dokter bedah juga dapat menyebabkan peritonitis tanpa infeksi.









·       PATOFISIOLOGI

Peritonitis disebabkan oleh kebocoran isi rongga abdomen ke dalam rongga abdomen, biasanya diakibatkan dan peradangan iskemia, trauma atau perforasi tumor, peritoneal diawali terkontaminasi material.
Awalnya material masuk ke dalam rongga  abdomen adalah steril (kecuali pada kasus peritoneal dialisis) tetapi dalam beberapa jam terjadi kontaminasi bakteri. Akibatnya timbul edem jaringan dan pertambahan eksudat. Caiaran dalam rongga abdomen menjadi keruh dengan bertambahnya sejumlah protein, sel-sel darah putih, sel-sel yang rusak dan darah.
Respon yang segera dari saluran intestinal adalah hipermotil tetapi segera dikuti oleh ileus paralitik dengan penimbunan udara dan cairan di dalam usus besar.




·       TANDA DAN GEJALA
·  Syok (neurogenik, hipovolemik atau septik) terjadi pada beberapa penderita peritonitis umum.
· Demam
·  Distensi abdomen
·  Nyeri tekan abdomen, difus, atrofi umum, tergantung pada perluasan iritasi peritonitis.
·  Bising usus tak terdengar pada peritonitis umum dapat terjadi pada daerah yang jauh dari lokasi peritonitisnya.
·  Nausea/muntah
·  Vomiting
·  Penurunan peristaltic.



·       KOMPLIKASI
 Komplikasi dapat terjadi pada peritonitis bakterial akut sekunder, dimana komplikasi tersebut dapat dibagi menjadi komplikasi dini dan lanjut, yaitu:
  1. Komplikasi dini.
    1. Septikemia dan syok septic.
    2. Syok hipovolemik.
    3. Sepsis intra abdomen rekuren yang tidak dapat dikontrol dengan kegagalan multisystem.
    4. Abses residual intraperitoneal.
    5. Portal Pyemia (misal abses hepar).
  2. Komplikasi lanjut.
    1. Adhesi.
    2. Obstruksi intestinal rekuren.


·       PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
  1. Test laboratorium
    1. Leukositosis
Pada peritonitis tuberculosa cairan peritoneal mengandung banyak protein (lebih dari 3 gram/100 ml) dan banyak limfosit, basil tuberkel diidentifikasi dengan kultur. Biopsi peritoneum per kutan atau secara laparoskopi memperlihatkan granuloma tuberkuloma yang khas, dan merupakan dasar diagnosa sebelum hasil pembiakan didapat.
  1. Hematokrit meningkat
  2. Asidosis metabolic (dari hasil pemeriksaan laboratorium pada pasien peritonitis didapatkan PH =7.31, PCO2= 40, BE= -4 )
  3. X. Ray
Dari tes X Ray didapat:
Foto polos abdomen 3 posisi (anterior, posterior, lateral), didapatkan:
  1. Illeus merupakan penemuan yang tak khas pada peritonitis.
  2. Usus halus dan usus besar dilatasi.
  3. Udara bebas dalam rongga abdomen terlihat pada kasus perforasi.
3.  Gambaran Radiologis
Pemeriksaan radiologis merupakan pemeriksaan penunjang untuk pertimbangan dalam memperkirakan pasien dengan abdomen akut. Pada peritonitis dilakukan foto polos abdomen 3 posisi, yaitu :
  1. Tiduran terlentang (supine), sinar dari arah vertikal dengan proyeksi anteroposterior.
  2. Duduk atau setengah duduk atau berdiri kalau memungkinkan, dengan sinar dari arah horizontal proyeksi anteroposterior.
  3. Tiduran miring ke kiri (left lateral decubitus = LLD), dengan sinar horizontal proyeksi anteroposterior.
Sebaiknya pemotretan dibuat dengan memakai kaset film yang dapat mencakup seluruh abdomen beserta dindingnya. Perlu disiapkan ukuran kaset dan film ukuran 35×43 cm. Sebelum terjadi peritonitis, jika penyebabnya adanya gangguan pasase usus (ileus) obstruktif maka pada foto polos abdomen 3 posisi didapatkan gambaran radiologis antara lain:
1)   Posisi tidur, untuk melihat distribusi usus, preperitonial fat, ada tidaknya penjalaran. Gambaran yang diperoleh yaitu pelebaran usus di proksimal daerah obstruksi, penebalan dinding usus, gambaran seperti duri ikan (Herring bone appearance).
2)   Posisi LLD, untuk melihat air fluid level dan kemungkinan perforasi usus. Dari air fluid level dapat diduga gangguan pasase usus. Bila air fluid level pendek berarti ada ileus letak tinggi, sedang jika panjang-panjang kemungkinan gangguan di kolon.Gambaran yang diperoleh adalah adanya udara bebas infra diafragma dan air fluid level.
3)   Posisi setengah duduk atau berdiri. Gambaran radiologis diperoleh adanya air fluid level dan step ladder appearance.

·       PENATALAKSANAAN
Management peritonitis tergantung dari diagnosis penyebabnya. Hampir semua penyebab peritonitis memerlukan tindakan pembedahan (laparotomi eksplorasi).
Pertimbangan dilakukan pembedahan a.l:
  1. Pada pemeriksaan fisik didapatkan defans muskuler yang meluas, nyeri tekan terutama jika meluas, distensi perut, massa yang nyeri, tanda perdarahan (syok, anemia progresif), tanda sepsis (panas tinggi, leukositosis), dan tanda iskemia (intoksikasi, memburuknya pasien saat ditangani).
  2. Pada pemeriksaan radiology didapatkan pneumo peritoneum, distensi usus, extravasasi bahan kontras, tumor, dan oklusi vena atau arteri mesenterika.
  3. Pemeriksaan endoskopi didapatkan perforasi saluran cerna dan perdarahan saluran cerna yang tidak teratasi.
  4. Pemeriksaan laboratorium.
Pembedahan dilakukan bertujuan untuk :
  1. Mengeliminasi sumber infeksi.
  2. Mengurangi kontaminasi bakteri pada cavum peritoneal
  3. Pencegahan infeksi intra abdomen berkelanjutan.
Apabila pasien memerlukan tindakan pembedahan maka kita harus mempersiapkan pasien untuk tindakan bedah a.l :
  1. Mempuasakan pasien untuk mengistirahatkan saluran cerna.
  2. Pemasangan NGT untuk dekompresi lambung.
  3. Pemasangan kateter untuk diagnostic maupun monitoring urin.
  4. Pemberian terapi cairan melalui I.V.
  5. Pemberian antibiotic.
Terapi bedah pada peritonitis a.l :
  1. Kontrol sumber infeksi, dilakukan sesuai dengan sumber infeksi. Tipe dan luas dari pembedahan tergantung dari proses dasar penyakit dan keparahan infeksinya.
  2. Pencucian ronga peritoneum: dilakukan dengan debridement, suctioning,kain kassa, lavase, irigasi intra operatif. Pencucian dilakukan untuk menghilangkan pus, darah, dan jaringan yang nekrosis.
  3. Debridemen : mengambil jaringan yang nekrosis, pus dan fibrin.
  4. Irigasi kontinyu pasca operasi.
Terapi post operasi a.l:
  1. Pemberian cairan I.V, dapat berupa air, cairan elektrolit, dan nutrisi.
  2. Pemberian antibiotic
  3. Oral-feeding, diberikan bila sudah flatus, produk ngt minimal, peristaltic usus pulih, dan tidak ada distensi abdomen.

1)   Terapi
Prinsip umum terapi adalah penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang dilakukan secara intravena, pemberian antibiotika yang sesuai, dekompresi saluran cerna dengan penghisapan nasogastrik dan intestinal, pembuangan fokus septik (apendiks, dsb) atau penyebab radang lainnya, bila mungkin mengalirkan nanah keluar dan tindakan-tindakan menghilangkan nyeri.
Resusitasi hebat dengan larutan saline isotonik adalah penting. Pengembalian volume intravaskular memperbaiki perfusi jaringan dan pengantaran oksigen, nutrisi, dan mekanisme pertahanan. Keluaran urine tekanan vena sentral, dan tekanan darah harus dipantau untuk menilai keadekuatan resusitasi.
  1. Terapi antibiotika harus diberikan sesegera diagnosis peritonitis bakteri dibuat. Antibiotik berspektrum luas diberikan secara empirik, dan kemudian dirubah jenisnya setelah hasil kultur keluar. Pilihan antibiotika didasarkan pada organisme mana yang dicurigai menjadi penyebab. Antibiotika berspektrum luas juga merupakan tambahan drainase bedah. Harus tersedia dosis yang cukup pada saat pembedahan, karena bakteremia akan berkembang selama operasi.
  2. Pembuangan fokus septik atau penyebab radang lain dilakukan dengan operasi laparotomi. Insisi yang dipilih adalah insisi vertikal digaris tengah yang menghasilkan jalan masuk ke seluruh abdomen dan mudah dibuka serta ditutup. Jika peritonitis terlokalisasi, insisi ditujukan diatas tempat inflamasi. Tehnik operasi yang digunakan untuk mengendalikan kontaminasi tergantung pada lokasi dan sifat patologis dari saluran gastrointestinal. Pada umumnya, kontaminasi peritoneum yang terus menerus dapat dicegah dengan menutup, mengeksklusi, atau mereseksi viskus yang perforasi.
  3. Lavase peritoneum dilakukan pada peritonitis yang difus, yaitu dengan menggunakan larutan kristaloid (saline). Agar tidak terjadi penyebaran infeksi ketempat yang tidak terkontaminasi maka dapat diberikan antibiotika ( misal sefalosporin ) atau antiseptik (misal povidon iodine) pada cairan irigasi. Bila peritonitisnya terlokalisasi, sebaiknya tidak dilakukan lavase peritoneum, karena tindakan ini akan dapat menyebabkan bakteria menyebar ketempat lain.
2)   Pengobatan
Biasanya yang pertama dilakukan adalah pembedahan eksplorasi darurat, terutama bila terdapat apendisitis, ulkus peptikum yang mengalami perforasi atau divertikulitis. Pada peradangan pankreas (pankreatitis akut) atau penyakit radang panggul pada wanita, pembedahan darurat biasanya tidak dilakukan. Diberikan antibiotik yang tepat, bila perlu beberapa macam antibiotik diberikan bersamaan.
Keperawatan perioperatif merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan pengalaman pembedahan pasien yang mencakup tiga fase yaitu :
  1. Fase praoperatif dari peran keperawatan perioperatif dimulai ketika keputusan untuk intervensi bedah dibuat dan berakhir ketika pasien digiring kemeja operasi. Lingkup aktivitas keperawatan selama waktu tersebut dapat mencakup penetapan pengkajian dasar pasien ditatanan kliniik atau dirumah, menjalani wawancaran praoperatif dan menyiapkan pasien untuk anastesi yang diberikan dan pembedahan. Bagaimanapun, aktivitas keperawatan mungkin dibatasi hingga melakukan pengkajian pasien praoperatif ditempat ruang operasi.
  2. Fase intraoperatif dari keperawatan perioperatif dimulai dketika pasien masuk atau dipindah kebagian atau keruang pemulihan. Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan dapat meliputi: memasang infuse (IV), memberikan medikasi intravena, melakukan pemantauan fisiologis menyeluruh sepanjang prosedur pembedahan dan menjaga keselamatan pasien. Pada beberapa contoh, aktivitas keperawatan terbatas hanyapada menggemgam tangan pasien selama induksi anastesia umum, bertindak dalam peranannya sebagai perawat scub, atau membantu dalam mengatur posisi pasien diatas meja operasi dengan menggunakan prinsip-prinsip dasar kesejajaran tubuh.
  3. Fase pascaoperatif dimulai dengan masuknya pasien keruang pemulihan dan   berakhir dengan evaluasi tindak lanjut pada tatanan kliniik atau dirumah. Lingkup keperawatan mencakup rentang aktivitas yang luas selama periode ini. Pada fase pascaoperatif langsung, focus terhadap mengkaji efek dari agen anastesia dan memantau fungsi vital serta mencegah komplikasi. Aktivitas keperawatan kemudian berfokus pada penyembuhan pasien dan melakukan penyuluhan, perawatan tindak lanjut dan rujukan yang penting untuk penyembuhan yang berhasil dan rehabilitasi diikuti dengan pemulangan. Setiap fase ditelaah lebih detail lagi dalam unit ini. Kapan berkaitan dan memungkinkan, proses keperawatan pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi dan evaluasi diuraikan.




 

KESIMPULAN
1.     Peritonitis adalah peradangan peritoneum (membran serosa yang melapisi rongga abdomen dan menutupi viscera abdomen) merupakan penyakit berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis.
2.     Biasanya penderita ditandai dengan gejala muntah, demam tinggi dan merasakan nyeri tumpul di perutnya.
Bisa terbentuk satu atau beberapa abses.
3.     Pengobatan pada penyakit peritonitis yaitu dengan cara pemberian antibiotic yang sesuai, dekompresi saluran gastro entestinal dengan penyedotan intestinal atau naso gastrik, penggati cairan dan elektrolit yang hilang secara intervena, tirah baring dalam posisi Fowler, pembuangan Fokus seftik atau penyebab inflamasi lainnya, dan tindakan untuk menghilangkan nyeri.